PROFIL

Masjid adalah rumah ibadah umat muslim. Masjid bermakna tempat sujud, sebuah ekspresi pengakuan manusia terhadap kebesaran Allah SWT sekaligus pengakuan betapa kecil manusia dihadapan-Nya.

Ibadah yang di masjid tidak hanya shalat. Maknanya juga menembus pendidikan dan ibadah sosial lain. Tidak heran bangunan masjid bukan sekedar ruang utama shalat dan tempat wudhu, tetapi juga tempat pendidikan Islam, perpustakaan, dan ruang pertemuan multifungsi. Tak pelak, dalam sejarah dan perkembangan Islam, masjid berperan penting dalam aktivitas sosial kemasyarakatan.

Masjid Al Akbar Surabaya (MAS) menjadi salah satu potret sosok masjid yang menjadi pilar aktivitas sosial. Masjid itu menjadi masjid terbesar di Indonesia, yang mendampingi sekaligus melengkapi masjid yang dimiliki Indonesia sebelumnya, Masjid Istiqlal Jakarta. Masjid Al Akbar berdiri di atas lahan seluas 11.2 hektar dan mulai dibangun pada 4 Agustus 1995-ditandai peletakan batu pertama oleh wakil presiden Try Sutrisno. Pada 20 November 2000 masjid itu diresmikan Presiden KH Abdurrahman Wahid dan mampu menampung 30.000 jama’ah. Pemilihan 10 November sebagai hari peresmian karena merupakan identitas hari jadi Kota Surabaya sekaligus Hari Pahlawan. Selain itu, pemilihan waktuperesmian tersebut juga dibarengkan dengan hari jadi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Tim dari ITS merancang bangunan masjid tersebut.

Bagian khas masjid itu adalah atap yang terdiri dari sebuah kubah besar yang didukung empat kubah kecil berbentuk limasan. Kelima kubah ini menandakan angka lima yang identik dengan rukun Islam. Selain kubah, masjid itu juga dilengkapi sebuah menara setinggi 99 meter. Angka ini merepresentasikan 99 nama dari Allah SWT ( Asmaul Husna). Awalnya masjid itu akan dilengkapi tujuh menara. Namun karena terbentur krisis ekonomi pada 1997, hanya satu menara yang kini berdiri kokoh di sudut utara MAS.

Masjid memiliki 45 pintu. Tiap pintu terdiri dari dua daun pintu. Praktis masjid ini memiliki 90 daun pintu. Setiap pintu diukir dan dibuat dari kayu jati, masing-masing memiliki lebar 1.5 meter dan tinggi 4.5 meter dengan berat mencapai 250 kilogram. Kusen terbuat dari rangka besi lapis kayu yang dihubungkan ke engsel maupun slot yang telah diselaraskan dengan struktur dan estetika masjid. Di serambi masjid terdapat sebuah bedug dan kentongan yang diukir secara khusus. Kolom masjid berbentuk sentrifugal (bulat) berdiameter 110 cm, 70 cm, dan 60 cm. Mimbar masjid setinggi 3 meter untuk mendukung kemantapan khutbah dengan sentuhan etnis dan hiasan ornamen Madura. Mimbar ini khusus dipesan dan dikerjakan perajin Madura. Ornamen ukir dan kaligrafi sangat dominan menghiasi dinding masjid.

Di bagian atas masjid, tepatnya di bagian dalam kubah masjid, terdapat ornamen kaligrafi Alqur’an dengan panjang 180 meter dan lebar 1 meter. Di mihrab, relung imam, dan dinding utama ditempatkan rak Alqur’an berukiran anggung dan indah di semua penjuru masjid. Di mihrab, relung imam, dan dinding utama ditempatkan rak Alqur’an berukiran anggung dan indah di semua penjuru masjid. Bentuk kubah mirip setengah telur dengan 1.5 pelapis yang memiliki ketinggian 27 meter yang menumpu pada bentuk piramida terpancung dalam 2 lapisan setinggi 11 meter dengan bentang tumpuan atau diameter 54 meterx54 meter. Penutup kubah memakai pelat baja yang diwarnai lalu dipanaskan hingga 800 derajat celcius (“enamel sheet panel”) yang diharapkan mampu berfungsi 50 tahun lebih. Pelat baja yang sama juga dipakai di beberapa masjid raya, seperti Masjid raya Selangor di Syah Alam, Malaysia.

Lantai masjid berupa marmer dengan kualitas pilihan dari perbukitan di Provinsi Lampung. Lantai dirancang dengan ketinggian 3 meter dari permukaan laut. Plaza dibangun dengan konsep kesatuan antara estetika lingkungan dan fungsi plaza sebagai lapangan ibadah tertentu, seperti Shalat Ied. Luas Plaza lebih dari 520 meter persegi dengan bahan lantai “paving stone”

MAS Sebagai Moral Agama

Umat Islam sebagai komponen bangsa terbesar dalam bangsa yang puralistik ini memikul tanggung jawab besar dalam membangun Sumber Daya Manusia berkualitas, karena penguasaan teknologi tanpa akhlak bisa justru membahayakan kehidupan manusia.

Keprihatinan bangsa Indonesia yang paling mendalam akhir ini adalah kemerosotan akhlak remaja dalam aneka bentuknya seperti kekerasan, minum minuman keras, tawuran, seks bebas, dan tidak jarang kriminal. Keadaan ini diperparah dengan semakin maraknya penggunaan narkoba.

Agama dalam kondisi seperti ini bisa menawarkan jalan alternative atau setidaknya membendung kebobrokan akhlak yang melanda remaja. Maka pendidikan agama menjadi kebutuhan yang teramat mendesak.

MAS sebagai Pusat Pendidikan Islami

Pesantren dan madrasah yang bertebaran di seluruh Jawa Timur saat ini, diharapkan untuk tidak sekedar mengajarkan ritual dan formalitas agama, tapi pengalaman moralitas agama. Setiap perbuatan baik sekecil apa pun seperti senyum, ramah kepada tetangga adalah ibadah menurut Islam. Maka pendidikan agama bukanlah sekedar menutupi wajah dengan jilbab. Berhasilnya pendidikan agama perlu didukung oleh banyak factor, seperti :fasilitas pendidikan yang lebih proposional, system pendidikan yang efektif serta kualitas dan keteladanan guru agama.

Masalah penting yang dihadapi sekolah-sekolah agama dewasa ini ádalah bagaimana mengantisipasi perkembangan teknologi. Berhasilnya modernisasi pendidikan perlu didukung oleh banyak factor, seperti fasilitas pendidikan yang lebih proporsional, sistem pendidikan efektif, serta kualitas dan keteladanan guru agama.
Oleh karena itu unsur sistem pendidikan, perlengkapan pendidikan seperti ruang relajar, perangkat keras dan lunak, laboratorium, perpustakaan, sarana olah raga dan sebagainya menjadi kebutuhan yang teramat mendesak. Dalam hal ini masjid-masjid agung sebagai sentra Islami (Islamic Center), bersama organisasi keagamaan yang lain dapat memberikan kontribusi penting bagi pendidikan agama.

MAS sebagai Pusat Kajian Syi’ar Islam

Meski mengemban misi yang sama, setiap masjid besar memiliki ciri khas tertentu yang menyebabkannya menonjol dalam hal berbeda. Masjid Salman Bandung misalnya dikenal luas karena keberhasilan lembaganya dalam pembinaan ummat.

Walau secara fisik bangunan masjid cukup besar, dunia Islam lebih mengenalnya sebagai pusat syi’ar Islam. Masjid Salman Bandung memiliki program kaderisasi santri yang mengutamakan pengembangan bakat kepemimpinan (leadership) untuk tujuan dakwah maupun organisasi. Program ini telah banyak menghasilkan santri intelektual yang memberikan konstribusi penting bagi upaya syi’ar baik di Masjid Salman maupun lingkungan ummat lainnya.

Keberhasilan Masjid Salman telah menjadi acuan dan sumber inspirasi bagi masjid-masjid lain dalam meningkatkan syi’ar agama.

MAS sebagai Pusat Kebudayaan Islami

Dengan kreativitas takmir Masjid, usaha memakmurkan masjid menjadi sangat beragam dan kaya dengan sentuhan warna lokal, salah satu faktor penyebab keragaman itu adalah budaya lokal. Kegiatan memakmurkan masjid di Masjid Agung Demak, Masjid Amper atau Masjid Kembang Kuning Surabaya misalnya, berbeda latar sosial budanya dengan Masjid Salman Bandung atau Masjid Al Azhar Yakarta.

Aneka bentuk kesenian bernafaskan Islam seperti qasidahan, terbangan, samrah dan lain-lain tentunya tak lepas dari pesan masjid sebagai pusat syi’ar agama. Demikian pula tradisi Sekaten memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW yang dikenal di Yogjakarta dan Surakarta, meski berbasis di Keraton juga bagian dari budaya lokal yang dimotori semangat Islami. Beberapa masjid yang dibangun oleh Muslim Tionghoa dengan sentuhan arsitektur Tiongkoknya, merupakan bentuk akulturisasi Arab, Cina dan Melayu yang memperkaya wajah budaya masjid di Indonesia. Namur di masjid tertentu lanilla seperti Masjid Al Azhar dan Asyafi’ah Jakarta, warna kulturnya lebih mengandalkan pada kekayaan literatur sebagai khasanah Islam di Indonesia.

MAS sebagai Pusat Wisata Religi

Beberapa masjid penting di dunia, seperti Masjid Aqsha di Yerusalem, Masjid Nabawi di Madinah karena latar historisnya, menampilkan dimensi lain dalam kehadirannya Wisata Religi.

Di Indonesia beberapa masjid menjadi pusat perhatian jamaah bahkan dari tempat-tempat jauh karena keunikannya baik yang menyangkut aspek historis maupun cultural, seperti misalnya Masjid Demak yang didirikan oleh Wali Songo pada tahun 887 H (bertepatan dengan tahun 1338 saka atau 1466 Masehi) merupakan monumen penyebaran Islam di Jawa abad 14 Masehi. Jamaah berdatangan dari tempat jauh khusus untuk menelusuri jejak-jejak Sembilan Wali dalam kiprahnya menyebarkan agama Islam waktu itu.

Masjid Ampel yang didirikan oleh Sunan Amper di Surabaya dan Masjid Sunan Gunung Jati di Cirebon, lepas dari aspek arahnya (yang dikecam sebagai perbuatan syirik) merupakan magnet wisata yang tak kalah kuatnya bagi pengunjung yang melakukan wisata religi.

MAS sebagai Pusat Layanan Kesehatan Masyarakat

Mensejahterakan ummat dengan cara memfungsikan Masjid sebagai Pusat Kesehatan, bukanlah merupakan gagasan baru. Kegiatan seperti ini dapat kita jumpai misalnya di Masjid Al Kamal Jakarta. Di Al Kamal rumah sakit, masjid dan Istitut Teknologi berada dalam satu kompleks, bahkan berdampingan dengan kompleks itu terdapat tempat pemakaman umum. Sebaliknya di komplek Rumah Sakit Islam Cempaka Putih Jakarta, fasilitas pelayanan kesehatan tidak menjadi bagian dari masjid namun hadir sebagai unit mandiri yang berdekatan dengan masjid.

Demikian besarnya skala sebuah rumah sakit menurut stándar abad modern ini, sehingga keberadaannya membutuhkan bidang tanah sendiri yang amat luas, fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, poliklinik, puskesmas dan lain-lain merupakan kebutuhan vital ummat walau tidak selalu harus dikaitkan dengan fungsi masjid.

Yang masih mungkin untuk dipertimbangkan adalah mengoperasikan sentra pelayanan kesehatan di masjid pada tingkat pukesmas atau poliklinik khususnya di pedesaan.

MAS sebagai Pusat Dakwah Muslimah

Walau Islam tidak menganjurkan wanita untuk sholat di masjid, kehadiran wanita di masjid seringkali tidak bisa dihindari karena berbagai alasan seperti wanita sedang musafir atau menemani suami dalam perjalanan. Kontroversi tentang boleh tidaknya perempuan sholat di masjid telah berlangsung sejak masa Rasulullah SAW ketika Sayidian Ali berbeda pendapat dengan Aisyah yang berbuntut Perang Onta antara keduanya hingga menewaskan 6.000 prajurit.

Di Indonesia, karena sebagian besar ummat adalah dari mazhab Syafiie, sholat Jum’at umummya hanya di hadiri muslim. Di dunia Islam yang modern dan dinamis di Jawa Timur, muslimah yang berstatus mahasiswi atau karyawati bergerak dengan mobilitas tinggi hingga tidak selalu bisa sholat di rumah.

Madrasah atau pesantren yang sebagian siswanya adalah perempuan membutuhkan tempat beribadat secara kolektif bagi muslimah, walau harus dipisahkan dari lawan jenis dengan tabir. Saat Ibadan haji, Masjidil Haram di Meca terbuka bagi muslimin maupun muslimah.

BeritaTerkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *